/script> Fenomena Bullying Di Kalangan Pelajar | Islamic's Teens

Thursday, November 22, 2012

Fenomena Bullying Di Kalangan Pelajar


Saat-saat sekolah baik itu SD, SMP maupun SMA menjadi suatu hal yang sangat sulit untuk dilupakan. Berbagai peristiwa baik menyenangkan maupun tidak akan selalu terpatri dengan indah dalam kenangan yang takkan terulang. Banyak kelakuan kita semasa keci, remaja, maupun bernajak dewasa yang alami adanya untuk membawa kita menjadi jati diri yang sesungguhnya. Namun begitu, tidak sedikit yang melewatkan masa sekolahnya dengan berbagai kenangan buruk yang apabila diingat sulit untuk mau kembali ke masa itu.
Saat masa orientasi siswa salah satu hal yang paling ditakuti oleh rata-rata calon siswa/pelajar di suatu sekolah. Maupun yang bisa dikenal OSPEK di kalangan mahasiswa perguruan tinggi. Tak jarang banyak siswa baru yang di bully atau diejek maupun dikerjai habis-habisan oleh sesama teman maupn kakak kelas. Kejadian semacam ini yaitu dibully mungkin bisa dibilang sudah biasa ya, baik di Indonesia maupun di berbagai negara. Karena ini merupakan semacam sifat manusia sebagai makhluk sosial yang ingin keberadaannya diakui atau juga sifat manusia sebagai yang ingin menguasai. Tak terkecuali kepada para remaja sekolah yang memang sedang matang-matangnya dan sedang aktif-aktifnya mencari jati diri, ya seperti ini loh gua atau lu ga boleh nganggep remeh gua.
Pengertian Bully/Bullying
Istilah bullying ini terkait dengan bull, sapi jantan yang suka
mendengus (untuk mengancam, menakuti-nakuti, atau memberi tanda). Kamus Marriem Webster menjelaskan bahwa bully itu adalah to treat abusively (memperlakukan secara tidak  sopan) atau to affect by means of force or coercion (mempengaruhi dengan paksaan dan kekuatan).
Dalam dunia anak-anak, Dan Olweus, seorang pakar yang berkonsentrasi menangani praktek bullying, menyimpulkan, bullying pada anak-anak itu mencakup penjelasan antara lain:


 a) upaya melancarkan permusuhan atau penyerangan terhadap korban, 
 b) korban adalah pihak yang dianggap lemah atau tak berdaya oleh pelaku, dan
 c) menimbulkan efek buruk bagi fisik atau jiwanya (Preventing Bullying, Kidscape, UK,      2001).
Bu Ria (36), sebut saja begitu, akhirnya lebih memilih memindahkan anaknya ke sekolah lain. Ini dilakukan karena kasihan selalu mendengar keluhan si putri yang kerap dijadikan objek pemalakan oleh sekelompok anak di sekolah. Misalnya, makanan yang dibawanya dari rumah suka diambil, peralatan sekolah suka diganti sama yang jelek, atau bahkan uang jajannya pun tak luput dari praktek pemerasan. Menurut si putri, dirinya diam saja sebab ada anak lain yang menolak kemauan si pembully diancam dengan kata-kata yang menakutkan. Misalnya, tidak ditemani, selalu dicemooh sebagai orang pelit, dan semisalnya.
Menurut pengamatan Dan Olweus, dkk, bullying di kalangan anak-anak itu memiliki bentuk yang beragam, antara lain:
Penyerangan fisik: memukul, menendang, mendorong, dan seterusnya
Penyerangan verbal: mengejek, menyebarkan isu buruk, atau menjuluki sebutan yang jelek
Penyerangan emosi: menyembunyikan peralatan sekolah, memberikan ancaman, menghina
Penyerangan rasial: mengucilkan anak karena ras, agama, kelompok, dst
Penyerangan seksual: meraba, mencium, dan seterusnya
Dalam dunia anak-anak, bullying biasanya terjadi karena
adanya kerjasama yang bagus dari ketiga pihak, yang oleh Barbara Coloroso ((The Bully, The Bullied, dan The Bystander: 2004), disebutnya dengan istilah tiga mata rantai penindasan. Pertama, bullying terjadi karena ada pihak yang  menindas. Kedua, ada penonton yang diam atau mendukung, entah karena takut atau karena merasa satu kelompok. Ketiga, ada pihak yang dianggap lemah dan menganggap dirinya sebagai pihak yang lemah (takut bilang sama guru atau orangtua, takut melawan, atau malah memberi permakluman).
Kemudian Pak Wardiman. Pak Wardiman setengah menyesali keputusannya “menyogok” pihak sekolah agar menerima si anak yang usianya kala itu belum cukup enam tahun. Dipikirnya, dengan masuk SD lebih dini itu bagus. Dia khawatir anaknya nanti menjadi orang bodoh karena kerjaannya main terus di rumah. Seiring dengan berjalannya waktu, terasa ada yang ganjil dari perkembangan si anak. Di sekolah yang pengawasan gurunya sangat terbatas, si anak kerap dijadikan korban yang harus mengalah oleh teman yang badanya lebih gede dan usianya lebih tua.
Apa yang dialami Pak Wardiman itu sebetulnya hanya sebuah kasus. Maksudnya, tidak semua anak yang usianya lebih muda itu akan pasti menjadi korban bullying. Faktor usia bisa menjadi sebab langsung dan bisa pula menjadi sebab tidak langsung atau bisa saja tidak terkait sama sekali. Usia tidak selalu menjadi sebab. Mungkin lingkungan sekolah, mungkin pengaruh pola asuh, atau mungkin karena yang lain.
Atas kerjasama ketiga pihak itu biasanya praktek bullying sangat sukses dilakukan oleh anak yang merasa punya punya power atau kekuatan. Jika kebetulan anak kita masuk di sekolah yang pengawasan gurunya lebih dari cukup, mungkin akan cepat terdeteksi. Tapi bila tidak, maka kitalah yang sangat diharapkan proaktif (http://www.e-psikologi.com)
Dalam banyak kasus di Indonesia bully sering ditemukan dalam bentuk kontak fisik. Memukul, menendang, merupakan hal yang sangat sering terjadi. Bukan hanya kaum laki-laki namun juga banyak terjadi di kaum wanita. Masalahnya semua bisa dibilang sepele. Seperti tidak mau ikut geng, masalah percintaan, iri karena berbagai hal dan hal-hal kecil lainnya yang memang menjadi tameng besar karena rata-rata remaja tingkat emosinya lebih tinggi dan lebih sensitif. Apalagi mereka yang mem-bully tergabung dalam sebuah geng atau tim, ini menimbulkan kepercaya dirian yang tinggi. Kasus di banyak sekolah seperti yang kita ketahui di STPDN, serta kasus bully di SMA 70 yang disebabkan karena salah satu siswanya tidak memakai kaos dalam serta kasus bully di SMA 82 yang menyebabkan siswanya masuk rumah sakit menjalani perawatan karena memar di bagian badan belakang dan enam jahitan disekitar mulutnya, hal ini terjaid karena si korban memasuki daerah terlarang/khusus senior kelas 3. Miris.
Bullying bukan hanya bisa dalam bentuk fisik, seperti melabrak, memukul, menendang ataupun kekerasan lainnya kepada si korban bully dari sang bully-er. Tapi juga dalam bentuk verbal atau lisan, emosi, rasial, seksual dan berbagai sikap yang sangat mencerminkan ketidaksukaan kita terhadap seseorang. Seperti contohnya seorang anak miskin dijauhi oleh teman-temannya karena derajatnya atau materinya tidak sebanding dengan yang lainnya. Memang dia tidak mendapat kontak fisik yang menyakitkan. Tapi, sikap teman yang acuh tak acuh, sikap menjauhi, sikap mencemooh, dan sering mengejek dengan kata-kata yang menyakitkan merupakan kategori bully. Malah ini sangat menyakitkan, karena bisa dalam jangka waktu yang lama dan mempengaruhi psikologi si anak. Berbagai tindak bullying sangat merugikan baik pada si korban maupun pembully.
Apalagi si korban bully memang menjadi sasaran yang tidak mampu melawan, merasa tersudut,merasa sendiri dan tidak bisa melakukan apa-apa, takut, dan tidak bisa mempertahankan dirinya dari bullying.
Efek buruk bagi si korban dan si pembully
Hal semacam ini menimbulkan berbagai kerugian tentunya bukan hanya bagi si korban namu n juga pembully. Si korban mendapat efek buruk seperti tidak percaya diri, selalu dirundung ketakutan, menjadi pribadi yang tertutup, perkembangan diri menjadi terhambat, tersingkir dari pergaulan, pemerosotan prestasi dibidang akademik dan efek panjang lainnya yang membuat perubahan seseorang menjadi tidak aktif dan seaka-akan tak ada semangat untuk hidup. Namun si pembully juga tak luput dari hal yang buruk misalnya selalu merasa dirinya berkuasa sehingga akan buruk bila suatu saat dia tidak bisa menerima kekalaha, dirundung rasa ketakutan karena perbuatannya tergolong kriminal, tekanan dari berbagai pihak, menjadi pribadi yang tidak baik seperti egois, emosional, merasa paling berkuasa, dan sifat buruk lainnya,  menjadi agresif, tidak bisa mengakui kemenangan atau keunggulan orang lain, dan lainnya.
Tak menutupi kemungkinan si korban bully bisa menjadi si pembully karena kenangan di masa lalu, atau tidak terima atas perbuatan teman-teman yang mpernah membully-nya timbul rasa dendam dan ingin berbuat yang sama ketika posisinya mungkin di saat yang strategis untuk menjadi pembully seperti menjadi kakak kelas, ketua geng, atau yang disegani di lingkungannya. Ini merupakan hal yang menjadi suatu titik merah apabila tidak ditangani lebih lanjut.

Sumber: http://jenywidya.wordpress.com/2012/03/16/fenomena-bully-ing-di-kalangan-pelajar-indonesia/

0 comments:

Post a Comment

KOMENTAR BLOG REMAJA ISLAM INDONESIA

 
Description: Rating: 4.5 Reviewer: - ItemReviewed: